Sabtu, 07 Maret 2015

Memang Cinta Tak Perlu Harus Memiliki

Ketukan pintu pagi itu membuatku bertanya-tanya dalam hati siapa yang bertamu sepagi ini, tumben sekali ada tamu ke rumahku. Maklumlah rumahku ini memang cukup terpencil. Berada di suatu perkampungan dan jarang sekali menerima tamu, apalagi sepagi ini.
“Assalamuallaikum” Suara seorang wanita ternyata, namun suaranya terdengar tak asing bagiku. Aku membuka pintu rumah, ternyata ada seorang sepasang kekasih membawa satu kertas dan memberikannya padaku. “Dateng ya” sapa wanita itu sambil menggandeng pria berdasi di sampingnya. Dibelakang mereka terparkir sebuah mobil berwarna putih yang terparkir megah. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kecil.
Merekapun pergi dan aku memperhatikan mereka. Sungguh pasangan yang serasi. Aku tinggal di rumah ini bersama istriku, dia kalah cantik bila dengan wanita tadi. Namun dia memiliki kesabaran yang luar biasa dan rasa kasihnya kepadaku slalu dapat kurasakan.
Aku mulai membuka kertas yang diberikan wanita tadi.
Denia
&
Akbar
Dilaksanakan hari minggu tgl 21 agustus 2015

Aku melirik kalender, sekarang tanggal 20 ternyata. Bu besok kita mau pergi. Siapin baju dari sekarang.
“Denia dan pasangannnya, pasangan paling mesra di kelas kita!” suara tepuk tangan menemani langkahku dan denia ke depan kelas. Kami menceritakan pengalaman masing-masing bercanda dan menghibur teman-teman di depan kelas ini. Kelas yang dulu penuh dengan kenangan.
Hari ini sekolah memang sepi, karena ini adalah hari minggu. Tak ada KBM kali ini namun kami tetap pergi ke sekolah. Ko bisa? Ya bisa karena kami sudah bukan anak SMA lagi. Kami sudah berpisah, berbeda kota bahkan pulau. Namun hari ini menyempatkan diri untuk bertemu dan mengingat masa indah SMA bersama hampir seluruh anggota kelas.
“Bar, Ko kamu bisa awet sih sama denia? Apa sih rahasianya? “ Tanya ferdy kepadaku sambil memberikan senyum kecil
“iya bar, Aku ngiri deh sama kalian” dewi pun menyambung pertanyaan ferdy dan diikuti oleh canda tawa semuanya
Aku melirik denia, memberi isyarat siapa yang akan menjawab pertanyaan ini. Denia meliriku sebentar dan kemudian menjelaskan kepada teman-teman.
“apaaa yaaa, gatau aku juga hahaha”
“iya akuu juga gatau,kenapa aku bisa begitu sayang terhadapnya padahaal dia galak, cerewet, banyak maunya dan suka manas-manasin aku dengan deketin temen cwonya kalo pas ada aku” jawabku memotong tawanya
“idih jahat banget kamu” dia memukul pundaku dan cemberut mendengar omonganku
Aku mencubit pipinya, mencoba untuk menghiburnya kembali, “engga ko Cuma bercanda” sambil mengoyangkan pipinya.
“cieee ciiieee”
“Woy jangan bikin envy lah”
“iya ah songong,  ini tuh tempat umum” ferdy berteriak sambil menunjuk nunjuk kepada kami dan memperlihatkan muka sangar, walaupun lebih terlihat sebagai muka sule yang lagi marah, malah bikin penonton ketawa dengan ekspresi marahnya.
Semuanya kembali tertawa setelah mendengar ucapan ferdy.
Denia melepaskan tanganku dari pipinya. “Ya saling jaga perasaan, kalo sama-sama saling suka ya harus bisa ngerti satu sama lain, sering-sering mengalah gak ada salahnya, soalnya kan ga harus slalu dimengerti, tpi juga harus mengerti sifat masing-masing, terbuka dan memberi kebabasan dan ngertiin kalo kebebasan itu ada batasan” Denia tersenyum kearahku dan aku pun tersenyum dan senang sekali dengan jawabannya, jika aku dosen aku langsung kasih dia nilai A hahahaha.
“bener ga bar?”
“iya bener ” jawabku singkat karena masih kagum dengan penjelasannya.
Tiba-tiba ferdy mengacungkan tangan “Boleh saya bertanya?”
“ga boleh, gaada sesi Tanya jawab” aku menjawab dengan tegas. Ferdy menurunkan tangannya lagi “yasudah”
“Hahaha alay lu fer, kalo mau nanya ya nanya lagsung gausah pake ngacungin tangan segala”
Ferdy mengacungkan tangan lagi, ini orang kocak abis. Ferdy slalu bisa membuat suasana hening menjadi penuh tawa. Persis seperti dulu tak pernah berubah. Aku pun mempersilahkannya bertanya karena dia ga bakal jadi nanya kalo ga digituin.
“maksud saudara Denia yang terbuka dan memberi kebabasan, maksud terbuka disitu terbuka seperti apa ya?  Apakah baju, celana atau apa? “  Kelas tertawa kembali mendengar celetukannya.
Denia berenti ketawa “Ah ga adil, lu nanya mulu, giliran gua ah yang nanya, kenapa sih lu selalu ceria dan bisa bikin kita ketawa? Apa lu pernah bersedih? Soalnya gue ga pernah liat lu bersedih, bermuram durja, maupun bergalau ria”
“ya selayaknya manusia normal, gue juga pernah kaya gitu, Cuma karena kontroversi hati dan harmonisisasi ketampanan gue super greget jadi gue ga liatin itu semua ke orang lain”
Gue pun ketawa, ngomong apa ni anak.
*
Aku memutuskan Denia ketika kami lulus dari SMA karena aku tak terbiasa jauh darinya, aku pikir aku terlalu protektif padanya, aku selalu ingin dikabari aku slalu ingin seperti dulu ketika awal bertemu dengannya. Aku selalu ingin menelpon dia. Aku mulai menyadari bahwa dia sibuk. Kesibukan dia sekarang sudah berbeda. Dan keadaan kami sudah berbeda.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Aku tak bisa konsentrasi kuliah jika aku terus memikirkannya. Dan aku pun tak mau jadi beban untuk kehidupannya, tak mau marah-marah lagi karena tidak bisa bertemu, menelpon, dan mengobrol sesering dulu. Aku ingin  mengejar cita-citaku. Aku juga ingin melihat Denia mengapai mimpinya.
Dia menangis kala itu, kudengar suara isaknya di telpon ketika aku menelponnya. Sendu dan berat untuk berbicara. Dan tak lama kemudian dia menutup telponku tanpa sepatah kata darinya.
Beberapa bulan kemudian aku lihat Denia sudah mempunyai lelaki baru. Lelaki itu lebih tampan dariku. Yaah mungkin dia memang bukan yang terbaik bagiku. Pikirku kala itu.
Tapi tak tau mengapa aku sulit sekali sehari tanpa memikirkannya. Otakku selalu meluangkan waktunya untuk memikirkan Denia. Denia, udara pagi di hari minggu sejuk dan selalu kurindukan.
Perasaan ini masih bertahan sampai menginjak tingkat dua. Meskipun aku pernah beberapa kali mencoba mencari penggantinya, namun pelukan wanita baru, ucapan dan tatapan mata mereka tak bisa melunturkan rasaku pada Denia. Malah yang terjadi aku semakin merindukannya.
Aku iseng membuka akun fb miliku yang sudah berdebu. Kuketik sebuah nama di kolom pencarian “Denia nanda tiara”. Aku merasa kaget sekaligus lega karena kulihat status berpacarannya sudah tak ada. Dan yang tertulis disitu adalah sebuah kata yang membuat lelaki berbondong mendekatinya termasuk aku. Kata yang tertulis adalah ‘lajang’.
Aku tak banyak berpikir. Kubuka hp dan mulai mengetik sebuah pesan singkat.
“Hai Denia, apa kabar?”
“baik, ada apa bar?” Denia dengan cepat membalas.
“ketemuan yu?”
“mau ngapain? Males ah lagi dikosan nikmatin hari free”
“oh  kalo gitu aku aja yang ke situ, ke kosan kamu. Lama ga ketemu nih kangen juga hehe”
“yaudah kesini aja”
Mulai kupanaskan motorku, menaruh nya didekat tungku api yang menyala-nyala. Dan kemudian berangkat menuju tempat Denia.
Kuketuk pintu kosan Denia yang dari bagian luar tampak sepi.
“Hai del, Apa kabar?” Denia tak menjawab sapaanku ketika keluar dari dalam kamar tapi dia mempersilahkanku masuk.
**
Sudah 5 tahun mungkin kalo misalkan aku dan Denia dulu tak mengakhiri hubungan. Aku sekarang sudah lulus kuliah. Denia pun sama. Denia sudah memiliki pekerjaan di sebuah perusahaan penyedia layanan pariwisata. Karir Denia mulai merangkak naik. Aku senang dengan hal itu.
Aku sendiri sekarang masih mencari pekerjaan. Aku sudah beberapa kali mendapat pekerjaan namun slalu tak lulus masa percobaan. Aku mulai bosan dengan semua ini, aku berpikir untuk mencari pekerjaan di desa, mengambil alih pabrik mebel ayahku yang sekarang sudah mulai tua. Aku ingin hidup meniti karir di kampungku.
Ada satu hal yang aku lupakan saat memikirkan itu. Bagaimana dengan Denia? Aku ingin dia memiliki kehidupan yang mewah dimana dia bisa memiliki semua keinginannya.
Perlakuan Denia masih sama padaku. Masih sama seperti udara pagi di hari minggu.
“Mana  omongan lo! mau perjuangin gue dan mau serius jalanin semua?! Mana janji lo buat jaga perasaan gua?! Sakit banget bar! Trus ngapain lo  selama ini baik ke gua dan slalu perlakuin gue seperti dulu pas masih SMA?! Lo bilang aku masih sayang sama kamu del,aku ingin kuliah dan dapet kerja biar bisa nikahin kamu. Rasa sayang ini ga pernah bisa berubah ke kamu. Lo janjiin semua itu pas lo ngajak gue balik sama lo meskipun saat itu gue nolak buat balik sama lo. Lo bilang itu semua pas di kosan gue dan gue kira lo serius sama semua kata-kata itu. Gue kenal lo, lo ga pernah bisa bohong depan gue, gue yakin itu dari hati lo. Ternyata lo Cuma mau bikin gue kaya gini! Jahat lo Bar” perkataannya padaku.
Aku tau aku akan menyakitinya karena memutuskannya tanpa alasan. Tapi mungkin bagiku memiliki alasan, tapi aku tak memberitahukannya pada Denia, aku yakin dia akan tetap ingin bersamaku jika aku mengatakannya.
Apa benar cinta tak harus memiki? Bagiku itu benar, karena meskipun aku sudah memiliki istri yang sangat aku sayangi. Dan meskipun denia sekarang sudah bersanding dengan akbar aku tetap akan mencintainya. Cinta tak harus memiliki, karena yang aku miliki adalah cinta denia, bukan raga denia. 


18-01-2015
kisah fiktif